Berdirinya
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Latar
Belakang Pemikiran
Berdirinya
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa
STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang
masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara
garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli
Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan
nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah,
Wusta dan sekolah Muhammadiyah.
Adapun
latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari
keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada
umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian
adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu.
Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi
mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa
yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang,
termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam.
Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya
melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik
Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan
kemakmuran rakyat.
Peristiwa
Bersejarah 5 Februari 1947
Setelah
beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran
Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan
secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu
tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah
satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan
Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin
rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa
Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima
HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah
terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Pada
awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
Mempertahankan
dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
Menegakkan
dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri
HMI antara lain :
Lafran
Pane (Yogya),
Karnoto
Zarkasyi (Ambarawa),
Dahlan
Husein (Palembang),
Maisaroh
Hilal (Singapura),
Suwali,
Yusdi Ghozali (Semarang),
Mansyur,
Siti Zainah (Palembang),
M. Anwar
(Malang),
Hasan
Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang),
Baidron
Hadi (Yogyakarta).
Faktor
Pendukung Berdirinya HMI
Posisi
dan arti kota Yogyakarta
Yogyakarta
sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
Pusat
Gerakan Islam
Kota
Universitas/ Kota Pelajar
Pusat
Kebudayaan
Terletak
di Central of Java
Kebutuhan
Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
Adanya
tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
Adanya
STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
Gajah
Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
Adanya
dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
Ummat
Islam Indonesia mayoritas
Faktor
Penghambat Berdirinya HMI
Munculnya
reaksi-reaksi dari :
Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
Gerakan
Pemuda Islam (GPII)
Pelajar
Islam Indonesia (PII)
Fase-Fase
Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia
Fase
Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
Sudah
diterangkan diatas
Fase
Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)
Selama
lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah
berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai
reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin
mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.
Fase
Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)
Seiring
dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya
dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan
agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung
memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung.
Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua
PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM),
dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu
Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota
CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam
kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat
menonjol pada tahun '64-'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
Fase
Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama
para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak
agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu
dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI
sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan
adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa
yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak
tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi.
Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa.
Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Fase
Tantangan (1964 - 1965)
Dendam
sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI.
Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap
HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya
dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan,
fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha
yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi
kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra
revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya
sebagai salah satu organisasi terlarang.
Fase
Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)
HMI
sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk
menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha
itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad memprakasai
Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain
: 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan
Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa
Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran
UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan
massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari
1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal
itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat
keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya
antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono
yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri
di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang
tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan
bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang
diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya
Orde Baru.
Fase
Pembangunan (1969 - 1970)
Setelah
Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski
hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April
1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai
dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya
dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya
maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya : 1) partisipasi
dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya
pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai
aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
Fase
Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang )
Suatu
ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan
anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya
pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan
bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya
telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun
1970 di mana secara relatif masalah- masalah intern organisasi yang rutin
telah terselesaikan. Sementara di sisi lain, persoalan ekstern muncul menghadang
dengan segudang problema.
Billahittaufiq
wal hidayah,
Wassalamualaikum
war. wab.
HMI
Cabang Gorontalo
* Disadur
dari berbagai sumber.